Dari nama dan cerita tentang KA Ekonomi sejujurnya saya takut membayangkan. Boleh percaya boleh tidak, mungkin Anda pikir saya "lebay" tapi itulah nyatanya. Kereta bukan moda transportasi yang familiar untuk saya. Angkot dan bus lebih familiar buat saya. Jadi sampai usia saya yang 31 tahun ini, saya naik kereta hanya tujuan Jawa Timur - Jakarta. Pernah bernagkat dari Mojokerto, Kediri, dan Surabaya. Tidak pernah naik kereta ke tujuan lain. Eh tunggu, saya pernah naik kereta dari Malang tujuan Surabaya. Itupun "ilegal". Saya ingat pergi dengan teman-teman di masa kuliah dulu dari stasiun kereta di Malang. Tiket kami hanya sampai Pasuruan karena tiket Malang - Surabaya sudah habis. Dengan bimbingan teman saya yang dedengkotnya kereta api, dia bilang beli tiket sampai Pasuruan tidak masalah. Jika nanti ada pemeriksaan lagi tinggal bilang pada kondektur "lama (penumpang lama) Pak". Badan saya capek sekali tapi tidak bisa tidur karena gugup luar biasa. Saya ingat tiketnya kartu kecil keras sepanjang jempol jari yang kemudian dilubangi oleh kondektur.
Itu dulu. Sekarang naik kereta api kelas ekonomi nyamannya luar biasa. Sudilah Anda tetap baca postingan saya ini yang mungkin isinya pujaan dan pujian bagi PT. KAI. Demi pengematan budget maka saya membulatkan tekad untuk pergi pulang Surabaya - Jakarta dan sebaliknya naik kereta api ekonomi. Berhar-hari saya browse tentang cerita-cerita bloggers yang sudah pengalaman naik kereta api ekonomi. Berulang kali saya yakinkan diri saya "everything will be okay". Bayangan saya tentang buruknya pelayanan, toilet tak memadai, kereta berhenti lama karena bergantian dengan kereta lain melewati satu rel, serta bayangan penumpang penuh sesak seperti ketika saya SMP dulu sedikit-sedikit terkikis setelah membaca beberapa pengalaman blogger yang menyatakan kereta ekonomi yang baru jauh lebih nyaman.
Saya pergi dengan murid saya, anak kuliahan yang belum pernah ke Jakarta. Pengalaman berkeretanya juga tidak banyak. Nah..bertambah satu lagi kekhawatiran saya. Saya booking kursi kereta di minimarket. Di minimarket saya mendapat struk pembelian, bukan tiket asli. Struk pembelian kemudian ditukarkan dengan tiket asli. Murid saya menukarkan tiket tersebut di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Murid saya tersenyum puas sambil bercerita bahwa menukarkan tiket di stasiun menyenangkan buatnya. Tempatnya adem dan petugasnya ganteng-ganteng. Wah...harusnya saya yang pergi ha ha. Bagaimanapun juga citra yang dibangun PT. KAI sudah nampak di sini. Petugas pelayanan masyarakat ganteng-ganteng. Calon penumpang kan juga butuh "pemandangan" bagus ha ha. Ini pencitraan namanya, dan citra memang penting kawan!
Ini kali kedua saya membeli tiket kereta. 2 tahun yang lalu saya membeli tiket KA eksekutif di minimarket juga. Sepert biasa KTP sudah saya siapkan karena sistem boarding yang diberlakukan PT. KAI yang hanya mengijinkan penumpang beridentitas sama dengan yang tercetak di tiket. Saya pikir tiket KA ekonomi berbeda dengan yang eksekutif. Sama saja loh penampakannya. Bahkan yang sekarang ada QR Codenya juga, biarpun kelas ekonomi. Whaaaaa...keren. Tiket keberangkatan saya dari Stasiun Gubeng Surabaya hari Sabtu sekitar pukul 1 siang. Murah loh...tiket saya hanya 55,000 rupiah.
Tiket telah lolos pemeriksaan boarding |
Siang itu stasiun ramai tapi tertib. Saya masuk dengan menunjukkan tiket dan KTP. Petugas ramah dan ruangan tunggu berpendingin ruangan ditambah dengan kipas angin. Maksud hati saya ingin mengambil beberapa gambar tapi saya malu dengan calon penumpang lain yang tampaknya lebih "profesional" Ha ha. Demi alasan keamanan juga saya tidak melakukannya. Semakin terlihat canggung semakin mudah ditipu.
Dulu sebelum ada sistem boarding, semua orang bisa masuk dan duduk menunggu di dekat rel jalur kedatangan kereta. Sekarang, dengan sistem boarding saya menunggu dulu di ruang tunggu sebelum kemudian masuk ke ruang boarding, yaitu tempat berdiri tepat di dekat jalur kedatangan kereta. Petugas dengan sigap memberitahukan di mana saya harus menunggu sesuai dengan nomor gerbong kereta. Untuk penumpang yang cupu seperti saya hal ini sangat membantu.
Colokan listrik di bawah meja di tiap kursi penumpang. Tidak ada lagi khawatir kehabisan baterai ponsel. |
Kursi saya cukup empuk, hanya sandarannya saja yang tegak menjulang jadi kepala langsung pusing. Mau sewa bantal bisa, harganya 5000 rupiah. Bangku saya berhadapan dengan bangku penumpang lain dan saat penumpang penuh lutut saya hampir mepet dengan lutut penumpang di depan saya. Ini saja hal yang tidak nyaman di kereta api. Sepanjang perjalanan Surabaya-Jakarta kereta jarang berhenti dan jikalau berhenti pun tidak lebih dari 5 menit seingat saya. Hanya 2 kali pedagang asongan masuk ke dalam gerbong. Rombongan pedagang lain masuk dengan rompi paguyuban pedangang asongan dengan nomor pengenal di dada mereka. Bagaimana jika lapar? Petugas restorasi kereta menjajakan makanan seperti nasi goreng atau mi instan gelas hampir 40 menit sekali. Jangan khawatir di malam hari mereka tidak lagi berkeliaran he he.
Walaupun harga makanan tidak semurah dan macamnya tidak sebanyak yang dijual pedagang asongan, saya lebih suka yang begini. Lebih nyaman tanpa pedagang asongan. Toh membawa makanan dari luar juga diijinkan. Jikalau saya lebih kreatif saya pasti bawa rantang nasi lengkap dengan lauk pauknya. Karena malas saya hanya membawa nasi dan nori sebagai lauknya. Murid saya membawa dua bungkus nasi krawu. Cukup sudah untuk makan sore dan malam.
Pendingin udara yang membuat berkereta api jadi adem dan nyaman |
Stasiun-stasiun yang saya lewati juga sangat bersih dan rapi. Yang tidak saya lupakan adalah sapaan hangat petugas stasiun Purwokerto di malam hari yang kurang lebih bunyinya seperti ini "Selamat malam para penumpang KA Gaya Baru Malam Selatan Surabaya Gubeng tujuan Stasiun Jakarta Kota. Saat ini Anda berada di Stasiun Purwokerto dan Anda akan diperkirakan tiba di Stasiun Jakarta Kota pada pukul 2 dini hari. Semoga perjalanan Anda menyenangkan kami dari DAOP xxx mengucapkan selamat jalan semoga selamat sampai di tujuan." Ternyata yang kereta ekonomi pun dapat sambutan seperti ini. Yang jelas di stasiun-stasiun lain tidak ada sambutan yang sama sehangat dari Stasiun Purwokerto.
Selepas Jogjakarta KA makin penuh. Gerbong kereta mendadak menjadi menyeramkan ketika semua penumpang di gerbong saya turun, kecuali saya berdua. Semua turun di Stasiun Pasar Senen. Sempat panik juga tapi beberapa petugas yang mulai membersihkan lantai gerbong kereta meredakan kepanikan saya. Saat malam hari dinginnya AC mulai menusuk tulang. Biarpun ada satu dua penumpang yang duduk di lantai agar bisa meluruskan kaki, penumpang tetap tertib. Semua duduk sesuai nomor yang tercetak di dalam tiket dan saling memahami ketika penumpang lain membutuhkan sedikit ruang untuk meluruskan kaki.
Saya sampai di Stasiun Jakarta Kota sekitar pukul 02.15. Sekali lagi saya masih takjub dengan stasiun yang besar tersebut. Jauh lebih besar dari Stasiun Gubeng dan Pasar Turi. Itu kali pertama saya menjejakkan kaki ke Stasiun Jakarta Kota, sebelumnya saya selalu sampai dan berangkat dari Stasiun Gambir. Saat berjalan di dalam ruangan stasiun saya mengenali arsitekturnya. Persis seperti background foto Pak Jonan, direktur KAI.
Senangnya saya sampai dengan selamat di Jakarta pagi dini hari. Perjalanan dengan KA Ekonomi sangat nyaman. Oh ya saya lupa bercerita, toiletnya juga bersih. Ada sabun untuk mencuci tangan, pewangi ruangan, bahkan tisu toilet. Setengah tidak percaya saya. Walaupun masih bau karena mungkin penumpang ada yang tidak menyiram dengan bersih tapi toilet ini benar-benar seperti toilet. Ha ha. Di beberapa pusat perbelanjaan di Surabaya saja pernah saya dapati toiletnya lebih jorok dan bau daripada di kereta. Ayo jangan ragu naik KA Ekonomi lagi. Tetap waspada dan hati-hati. Terima kasih PT. KAI :)
0 Comments