Saya bukan warga asli Surabaya, tapi saya sudah hidup di kota ini sampai kurang lebih 12 tahun lamanya. Selama masa itu baru tahun ini untuk kali pertama saya ikut dalam hingar bingar perayaan Hari Pahlawan. Ya, Surabaya memang disebut sebagai Kota Pahlawan, kota tempat pertempuran arek-areng Suroboyo bermodal bambu runcing melawan tentara Sekutu. Setiap bulan November, nuansa heroik selalu dihadirkan di kota yang saya cinta ini. Selalu ada perayaan berupa drama kolosal, karnaval, gerak jalan, lomba-lomba, dan aneka kegiatan menarik lainnya. Sayang seribu sayang saya selalu melewatkannya. Kesibukan yang utama.
Untunglah tahun ini saya berhasil ikut melebur bersama ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang menyaksikan drama kolosal berjudul "Surabaya Membara". Drama ini bisa disebut puncaknya perayaan Hari Pahlawan. Setiap tahun selalu dipentaskan di malam 10 November alias tanggal 9 November malam. Seingat saya lokasinya berubah-ubah. Tapi tetap dilaksanakan di jantung pertempuran masa lalu yaitu sekitar wilayah Jembatan Merah, Tugu Pahlawan, Jalan Tunjungan, Grahadi. Untuk tahun ini drama dipentaskan di depan Kantor Gubernur Jawa Timur tepat berhadapan dengan Tugu Pahlawan, tugu pengingat perjuangan pemuda Surabaya melawan penjajah.
Sejak awal bulan sudah ada coretan grafiti di beberapa tembok kosong di kota ini. Tulisannya " AWAS 9 NOVEMBER SURABAYA MEMBARA". Awalnya saya pikir ini tulisan provokatif sehubungan dengan tuntutan Upah Minimum Kota (UMK) buruh di Surabaya. Ternyata grafiti itu adalah iklan drama kolosal berjudul sama, SURABAYA MEMBARA. Satu minggu, jika tidak salah, menjelang hari H beberapa karung ditumpuk menyerupai pelindung untuk bertempur. Tumpukan karung ini diletakkan di depan Gedung RRI Jalan Pemuda, depan Gedung DPRD Surabaya di Jalan Yos Sudarso, dan enath di mana lagi lainnya. Wah...suasana pertempuran masa lalu mulai dihadirkan di tengah kota.
Saya semakin semangat nonton drama ini setelah kakak saya mengajak nonton dan bertepatan letaknya tidak jauh dari kawasan tempat tinggalnya. Drama dimulai pukul 8 malam. Tepat setelah sholat Maghrib dan makan malam sekitar pukul 6.30 saya dan kakak naik bemo (angkot) ke Tugu Pahlawan. Hanya sekitar 10 menit, angkot berhenti di perempatan dekat Kantor Pos Kebon Rojo. Kami jalan kaki ke arah Tugu Pahlawan. Jalan sudah ditutup, disterilkan dari segala kendaraan. Banyak orang menuju lokasi. Sampai di tempat ratusan orang menyemut, mencari tempat duduk.
Kami sempat kerepotan mencari spot yang pas untuk nonton. Parahnya warga Surabaya termasuk kurang kooperatif. Tidak duduk rapi dan sabar menanti tapi berdiri berkerumun. Walhasil yang terlihat punggung saja, Setelah bingung dan berjalan hilir-mudik mencari tempat nonton yang pas, akhirnya kami dapat tempat menghadap panggung. Tidak menghadap tepat di panggung tapi lumayan jauh dari sisi kanan panggung sehingga saya hanya melihat dari kejauhan. Menurut penjelasan pembawa acara, drama yang dipentaskan adalah bagian kedua dari drama yang telah dipentaskan tahun sebelumnya. Setelah kata-kata pembuka dari pembawa acara yang diterjemahkan tidak pas oleh penerjemah bahasa Inggris (Contohnya ia menerjemahkan SURABAYA MEMBARA menjadi FIRE IS SURABAYA) sekitar pukul 7:45 drama sudah dimulai.
Drama dibukan dengan sekelompok aktor yang menjadi tentara Jepang sedang berbaris. mereka berbaris berputar diiringi lagu mars dalam bahasa Jepang. Kemudian disusul pemuda dengan bambu runcing berpratoli berputar. Penonton dibawa ke suasana masa lalu di tengah hiruk pikuk masyarakat yang beraktivitas di tengah kota. Ada pedagang tape, ada ibu-ibu penjual sayur, kue, dan pedagang-pedagang lainnya. Acting para aktor saya apresisasi. Tidak hanya beracting tapi mereka juga berinteraksi dengan para penonton. Ada yang menjajakan kue ke penonton (tentunya gratis he he).
Tiba-tiba ada pengumuman penyerangan penjajah dan bendera Belanda dikibarkan di atas Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit). Narasi para aktor sudah direkam dan diperdengarkan lewat speaker raksasa di belakang kerumunan penonton malam itu. Saya lupa detil urutan peristiwanya yang jelas tentara Inggris yang bersekutu dengan Belanda datang mengusir tentara Jepang dan kemudian berperang dengan arek-arek Suroboyo. Yang keren, tentara Inggris ini tentara Indonesia sebenarnya dengan menggunakan seragam militer berbendera Inggris yang menyerang dengan tank tempur sesungguhnya. Ditambah asap dan bom kertas serta warna merah menyala dan suara meriam buatan dengan mercon meledak di sana sini suasana malam itu benar-benar mencekam. Saya bisa merasakan ketegangannya.
Saya merasakan sedikit sesak dengan asap putih bercampur kilatan lampu merah seakan asap pertempuran mengisi suasana malam yang berawan dan lembab itu. Ditambah ratusan penonton untuk bernafas lumayan menyesakkan. Suara keras seperti suara tembakan yang memekakkan telinga menjadikan drama tersebut jadi lebih hidup. Sayang pengaturan penonton yang kurang bagus membuat saya tidak bisa menonton dengan nyaman. Jika drama kolosal ini dipertontonkan untuk warga dengan harapan warga bisa belajar dan mengenang semangat juang para pejuang masa lalu, maka pengaturan penonton mutlak dilakukan agar penonton bisa tertib dan semuanya bisa menonton dengan nyaman.
Drama berlangsung kurang lebih 1 jam dengan bagian akhir cerita yang tidak bisa saya nikmati karena saya berpindah tempat dari tempat di mana saya jongkok di lutut 15 menit lamanya. menerjang himpitan penonton saya berhasil pindah ke tempat dengan udara yang lebih segar tapi pemandangan nihil. Hanya punggung yang saya lihat. tetap sabar saya menunggu hampir 10 menit sampai kemudian acara selesai. Saya hanya mendengar saja kata penutup dan salam perpisahan pembawa acara, tidak ada yang saya tonton. Setelah itu saya pulang menumpang bus kota yang melambat terhalang kerumunan kendaraan.
Rasa hati saya puas dengan penampilan yang apik, tata cahaya dan suara juga bagus. yang lebih bagus tentunya tank-tank tempur dengan tentara bersenjata di atasnya. Penggambaran keadaan masa lalu dapat ditampilkan dengan jelas. Interaksi aktor dengan penonton juga bagus. Semoag di tahun 2014 drama kolosal yang ditampilkan lebih bagus lagi dengan penataan penonton yang sama bagusnya. Terima kasih arek-arek Suroboyo. MERDEKA!
0 Comments