Kebebasan, kata ini sering sudah saya dengar di mana-mana. Terutama
menjelang hari kemerdekaan Indonesia, kata merdeka, bebas dan sejenisnya
menjadi slogan di sana sini. Sungguh maknanya baru saya rasakan beberapa
hari teralhir ini. Bahkan saya merasa saya telah dihinggapi sindrom
gagap-kebebasan (terminology yang saya buat sendiri)
Ceritanya saya baru saja menyelesaikan studi S2 saya. Akhir bulan depan
saya akan diwisuda. Rasanya senang bukan kepalang. Mungkin senang kurang
pas, yang lebih pas lega. Lega karena saya terbebas dari beban berat bernama
“tesis”. Saya benar-benar tertatih-tatih untuk menyelesaikan tugas akhir
saya. Faktor kemalasan dan kesibukan benar-benar sulit saya tandingi, belum
lagi masalah kinerja otak yang kecepatannya tak lebih dari 10
Mbps
![]() |
pic:kiagarriques.com |
Saat mengikuti perkuliahan bisa dibilang saya termasuk mahasiswa yang tidak
bermasalah. Nilai saya lumayan, presentasi lancar, segala tugas terpenuhi.
Jauh menjelang pengerjaan penelitian tugas akhir dimulai saya sudah mulai
mengumpulkan bahan untuk penelitian. Jadi sebenarnya saya tidak malas.
Berkaca dari lamanya pengerjaan skripsi di S1 saya tidak mau jatuh di lembah
yang sama kedua kalinya.
Toh Tuhan berkehendak lain. Topik tesis yang menurut saya sangat menarik
dan berhasil saya pertahankan di mata kuliah seminar mental di tangan dosen
pembimbing saya. Dosen pembimbing saya nan baik hati, sama seperti dosen
pembimbing skripsi saya menyarankan topik lain. Entah mengapa ahirnya saya
berbelit-belit mencari topik yang pas. Mungkin ketika beberapa teman
seangkatan saya akan lulus saya baru menemukan topic tesis yang pas.
Singkat kata saya molor mungkin hampir 3 semester. 1 semester di program S2
hanya 4 bulan. Total waktu belajar yang harus saya tempuh sebenarnya hanya
16 bulan (4 semester) termasuk pengerjaan tesis mungkin tinggal ditambah 6-8
bulan maksimal. Nyatanya saya mengerjakan lebih dari tenggat waktu itu.
Intinya sudah setahun outline tesis mangkrak. Ada saja hal yang saya
kerjakan di tempat kerja termasuk kemudian masalah kesehatan ayah saya yang
cukup menguras energi dan finansial. Hal ini terus berjalan sampai akhirnya
saya berhasil menyelesaikan bab 1 – 3 untuk kemudian saya pertahankan di
depan penguji saat ujian proposal tesis.
Setelah proposal saya selesaikan rasa malas kembali datang dan saya
menghabiskan hampir 3 bulan tanpa perubahan berarti pada draft tesis saya.
Pihak universitas sangat membantu saya karena saya dan teman-teman lain yang
bisa mengumpukkan draft tesis siap uji pada tanggal 31 Juli 2013 akan
mendapatkan pemutihan denda kuliah, alias tidak perlu membayar denda
keterlambatan studi.
Dengan susah payah akhirnya tesis siap uji selesai tepat tanggal 31 Juli.
Saya mengajukan tanggal 30 Agustus untuk pelaksanaan ujian. Akhirnya saya
diuji pada tanggal 28 Agustus (jika tidak salah ingat). Dag dig dug jantung
berdebar tidak karuan. Saat ujian tiba, saat itu hari Jumat, ujian dimulai
pukul 8:20 pagi. Hampir 1 jam saya mempertahankan tesis saya, tidak heran
namanya thesis defence. Saya
kurang puas dengan hasilnya. Saya bisa menjawab beberapa pertanyaan tapi
inti dari permasalahan yang saya kemukakan secara tertulis di tesis saya
kurang tersampaikan dengan baik.
Hampir 1 jam saya menunggu hasil siding tersebut. Saya diluluskan dengan
revisi, judul harus dirubah dan
research questions pun harus
saya ganti. Untungnya semua data saya bisa terpakai. Dengan perubahan dan
polesan sana-sini sebenarnya saya bisa menangkap gambaran yang lebih jelas
tentang tesis saya.
Revisi diberikan dalam jangka waktu 25 hari. Tetap saja saya molor dari
jadwal yang diberikan. Duh…rasanya berat sekali. Bagaimanapun saya harus
mengumpulkan tenaga dan memperbaiki lagi tesis saya. Setelah usaha menemui
dosen A, B, dan C dan berputar-putar dari kampus gedung satu ke gedung lain
yang berbeda kecamatan itu, akhirnya saya menemui kepala jurusan. Toh masih
saja saya harus menemui beliau sampai 3x sebelum akhirnya saya mendapatkan
persetujuan beliau akan tesis saya.
Kebebasan..ya…setelah saya melalui semua proses ini semua, saya bisa
merasakan betapa berartinya kebebasan itu. Kebebasan dari tesis! Pulang
kerja tidak perlu lagi memaksakan diri membaca atau menengok barang sekilas
file tesis di laptop saya; tidak perlu lagi meracun diri dengan minum
Nescafe kaleng agar kantuk tidak menyerang dan saya bisa melek sampai pagi;
tidak perlu lagi was-was kehabisan waktu nonton film Korea favorit saya;
menyanyikan lagu boyband favorit saya tanpa perlu khawatir tidur larut
malam; oh…kebebasan sungguh tak ternilai harganya.
Untuk bisa bebas merdeka tidak mudah. Perlu kerja keras, itu saya setuju.
Jika Anda ingin bebas dari tekanan bos di tempat kerja, mungkin waktunya
Anda mulai wirausaha. Kumpul modal, nyali dan kegigihan. Jika Anda ingin
bebas mengencani pujaan hati, nikahilah yang bersangkutan. Tidak ada yang
akan heboh mengomentari Anda berduaan dengan pasangan lagi. Jika ingin bebas
dari siksaan naik angkot, mulailah membeli kendaraan pribadi, belaja
mengemudikannya. Betul kan..semuanya poerlu proses dan kerja keras?
Alhamdulillah satu kebebasan lagi yang saya raih. Sungguh senang..sekarang
saya pun bebas menuliskan buah pikiran saya di blog ini lagi. Saya bebas
menggunakan waktu luang saya untuk benar-benar “menikmati” hidup J
0 Comments