Masih ingat kasus viral selebriti dangdut yang melaporkan
suaminya ke polisi akibat KDRT yang dialami? Endingnya mungkin tidak sesuai
harapan banyak orang karena si korban mencabut laporan.
Tapi, gara-gara kasus ini kemudian banyak yang berusaha memberi
semangat dan masukan agar tidak ada lagi KDRT pada Wanita. Andien, salah
satu penyanyi ternama Indonesia ini juga blak-blakan memberikan komentar dan
pengalamannya tentang kekerasan yang dialaminya saat masih bersama si pacar.
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Sahabat tahu, apakah KDRT itu? Kekerasan dalam rumah tangga
adalah pola perilaku pemaksaan dan pengendalian yang digunakan seseorang untuk
mempertahankan kekuasaan dan kendali atas pasangan intimnya. Faktanya, siapa
pun dapat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga tanpa memandang jenis
kelamin, ras, usia, orientasi seksual, keyakinan agama, dan status sosial atau
ekonomi.
KDRT, terutama pada wanita adalah sebuah masalah yang tidak
bisa dianggap sepele. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), jumlah kasus kekerasan terhadap wanita sepanjang tahun 2021 sebanyak 10.247
kasus. Korbannya mencapai 10.368 orang.
Artinya, rata-rata dalam sehari dilaporkan 102 kasus kekerasan terhadap wanita.
Mengerikan!
Yang lebih parah lagi, tidak semua korban merasa bahwa ia
adalah korban kekerasan, terutama yang sudah berumah tangga. KDRT tidak melulu
berkutat pada hantaman dan pukulan fisik loh.
Ternyata kekerasan juga bisa berupa kekerasan verbal yang
tidak bisa dilihat bekas perbuatannya. Yes, kekerasan verbal dalam rumah tangga
itu termasuk KDRT ya. Mari belajar bersama tentang kekerasan verbal dan
bagaimana hal ini bisa dilawan.
KDRT dan Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal seringkali dianggap tidak apa-apa oleh
korban karena tidak meninggalkan bekas fisik. Kekerasan verbal adalah jenis kekerasan
emosional. Contohnya, saat seseorang menggunakan kata-katanya untuk menyerang,
mendominasi, mengejek, memanipulasi, dan/atau merendahkan orang lain dan
berdampak negatif terhadap kesehatan psikologis orang tersebut.
Kekerasan verbal adalah sebuah sarana yang digunakan pelaku
untuk mengendalikan dan mempertahankan kekuasaan atas orang lain. Pelaku selalu
menyangkal perilakunya, menggunakan nama panggilan untuk korbannya (tentu
dengan nama yang merendahkan orang lain), atau mengancam korbannya. Bahkan, guyonan
yang menyakitkan pun adalah contoh sebuah kekerasan verbal.
Sahabat, umumnya orang beranggapan bahwa jika mereka
dilecehkan secara verbal, maka hal itu akan mudah dideteksi sendiri. Nyatanya, ada
banyak kekerasan verbal yang tidak disadari oleh korban. Beberapa orang yang rutin
dilecehkan secara verbal pun tidak menyadari bahwa itu sedang terjadi.
Kekerasan verbal dapat terjadi dalam semua jenis hubungan:
hubungan romantis antarpasangan, hubungan orang tua-anak, hubungan keluarga,
dan hubungan rekan kerja. Kekerasan verbal terkadang mendahului kekerasan
fisik; Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Kekerasan verbal dapat terjadi
tanpa kekerasan fisik. Efek kekerasan verbal bisa sama merusaknya dengan efek
kekerasan fisik
7 Cara Menanggapi Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal sangat menyakitkan, terutama jika Sahabat
tidak tahu cara menanganinya secara efektif. Ingat bahwa pelaku kekerasan
verbal seringkali tidak rasional dan tidak masuk akal.
Kata-kata penuh permusuhan yang dilontarkan, tidak ada
kaitannya denga napa yang ingin diutarakan pelaku. Intinya hanya tentang
bagaimana pelaku bisa mendapat kekuasaan dan kendali atas korban. Penting
kiranya bagi Sahabat untuk memelajari cara menanggapi kekerasan verbal dapat
mengubah arah serangan dan membantu korban kekerasan verbal mendapatkan kembali
kekuatannya.
Cari tahu cara-cara melawan kekerasan vebral berikut ya
1. Cuekin Saja
Mengabaikan kekerasan verbal mungkin terdengar seperti
nasihat yang tidak realistis. Bagaimana bisa kita mengabaikan seseorang yang
berteriak di depan muka atau memberi julukan nama yang membuat Sahabat
ingin memukul osi Jahat itu? Percaya atau tidak, mengabaikan serangan sangat efektif
karena pelaku kekerasan verbal akan makin semangat dan menaikkan eskalasi penuh
kebenciannya saat korbannya merespons.
Tujuan utama si Jahat adalah untuk menyakiti Sahabat. Jika Sahabat
tampaknya acuh tak acuh, itu akan membuatnya “lemah” dan membuat pelaku tidak
mendapatkan hasil yang diinginkan. Sudah semangat mengata-ngatai, tapi sasarannya
cuek saja. Manyun kan dia jadinya.
2. Jangan emosional.
Sekali lagi – ini memang lebih mudah diucapkan daripada
dilakukan. Menangis, berteriak, marah, dan respons emosional lainnya adalah
yang diinginkan pelaku kekerasan. Jangan berikan reaksi ini pada si Jahat.
Daripada menangis ketika Sahabat terluka oleh sesuatu yang
dia katakan, cobalah untuk fokus pada betapa buruknya dia memperlakukan orang. Coba
ubah persepsi Sahabat tentang apa yang terjadi, ini bermanfaat untuk membuat Sahabat
tidak tersinggung.
3. Buat batasan.
Batasan yang dimaksud adalah menentukan sampai sejauh mana
seseorang bisa mengatakan sesuatu pada Sahabat. Misal, dengan mengatakan tidak
akan menanggapi jika pelaku tidak mengecilkan suara. Katakan, "Saya tidak
akan menanggapimu jika kamu membentak saya, tolong kecilkan suaramu." atau
"Jika kamu terus memanggil saya dengan nama julukan, percakapan ini
selesai.
Membuat batasan pada awalnya, sulit tetapi dengan keberanian
dan konsistensi, ini bisa sangat efektif. Tidak hanya berpotensi mengubah
perlakuan orang lain terhadap Sahabat, tetapi juga mengubah tingkat kepercayaan
diri dan harga diri Sahabat sendiri. Latihan ini akan membantu Sahabat
mengembangkan rasa harga diri.
4. Beri waktu.
Dinginkan suasana hati Sahabat sebelum bertindak. Dengan
mendinginkan pikiran, maka Sahabat akan bisa mengolah kata dan memberikan
tanggapan yang lebih rasional daripada emosional. Sahabat dapat mengatakan
sesuatu seperti, "Kita berdua sedang kesal sekarang, beri waktu untuk
menenangkan diri dulu lalu kita bahas lagi nanti. Marah terus tidak akan
menuntaskan masalah in.”
5. Jangan Memperparah Situasi
Jangan menambahkan bahan bakar ke api. Jangan menanggapi
teriakan dengan teriakan atau ejekan nama dibalas dengan ejekan juga. Ketika
seseorang mengeluarkan semua kegilaannya, tetaplah tenang, tenang, dan kuasai
diri.
Menanggapi orang emosional dengan emosi sama tingginya hanya
akan meningkatkan konflik ke tingkat yang tidak perlu. Baru ketika si Jahat bicara
tenang, Sahabat bernada tinggi. Dia mungkin menyadari betapa agresifnya dia
berperilaku dan itu akan membantu menurunkan masalah ke tingkat yang lebih
masuk akal.
6. Antisipasi dan hindari.
Dalam hubungan yang mengandung kekerasan verbal, ada
hubungan akrab antara pelaku dan korban yang memiliki siklus kekerasan secara
berulang. Jika Sahabat jadi korban, kenali kapan serangan kasar akan datang.
Jika sudah berulang kali etrjadi, Sahabat pasti bisa
merasakan permusuhan meningkat dan tahu apa yang membuat pelaku marah. Jika ini
masalahnya, dan Sahabat tahu akan terjadi pertengkaran di masa mendatang,
hindarilah. Lakukan kegiatan apapun di luar lingkungan pelaku untuk menghindari
lingkungan yang tidak sehat dan pemarah ini. Sahabat bisa mengunjungi anggota
keluarga, lembur di tempat kerja, bawa anak-anak keluar, lakukan apa pun yang
perlu Sahabat lakukan untuk menghindari lingkungan yang mudah meledak sampai semuanya
tenang.
7. Berdiri kuat di kaki sendiri.
Ada cara yang tenang dan rasional bagi seseorang untuk
membela dirinya sendiri tanpa menjadi emosional atau bermusuhan. Temukan cara
untuk bersikap tegas dan percaya diri. Jika seseorang merendahkan dan
meremehkan Sahabat, tidak apa-apa untuk mengatakan, "Hal-hal itu tidak
benar dan tidak dapat diterima untuk mengatakan itu kepada saya." atau
"Jangan berbicara seperti itu kepada saya, saya jauh lebih berharga
daripada ucapanmu."
Tidak mudah memang untuk menerapkan cara-cara ini karena
butuh keberanian dan juga kontrol diri yang baik. Tapi, demi melawan semua
kekerasan yang menyakitkan hati, mengapa tidak belajar mengenali bentuk
kekerasan verbal dan berani berdiri kuat untuk melawan perilaku buruk si pelaku.
Yuk berani melawan si Jahat, pelaku kekerasan verbal.
Referensi
www.healthyplace.com
https://www.verywellmind.com/
0 Comments